Haul K.H Bishri Syansuri (Road To Denanyar)

     Mohammad Dinul Qoyyim Al Khafidz adalah alumni santri Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang angkatan 2009 dan 2012. Sekarang dia berdomisili di Pondok Pesantren Panggung Tulungagung. Dia berkelana menggunjungi pondok Mamba’ul Ma’arif dalam rangka Haul al-Maghfurlah KH. Bishri Syansuri terdapat pada tanggal 8 April 2016. Perjalanan yang dilalui dari Tulungagung menuju Denanyar cukup terhalang akibat hujan deras.

     Dividing time is ready, but condition is not support. Khafidz dalam masalah analogi waktu apapun sudah dipikirkan matang. Akan tetapi kondisi tidaklah mendukung kesiapan waktu yang telah dipersiapkan. Dia berfikir “aku nanti setelah kuliah kira-kira jam empat pulang ke rumah”. Setelah pulang kuliah dia melihat langit, seraya membaca alam. Dia berjalan bersama hasan menuju kendaraan motor yang berada di parkiran kampus samping aula. Kemudian khafidz berkata ”Hasan liaten, kiro-kiro udane wes tekok alun-alun tulungagung, dueres ketokane, terus sekitar sumber gempol merono, rejotangan blitaran udane”. Kemudian mereka langsung pulang ditakutkan kehujanan di tengah jalan.

     Hurry is doing of Satan. Sifat tergesa-gesa adalah perbuatan syetan. Terkadang kepanikan akibat tergesa-gesa membuat orang akan lupa hal yang remeh dan penting. Biasanya tergesa-gesa membuat pandangan nurani kabur. Perjalanan berangsur cepat menuju pondok pesantren Panggung. Di traffic light hasan minta khafidz untuk pulang lewat jalan kecil. Beloklah khafidz ke jalan kecil. Tiba-tiba hujan menghadang di depan musholla, kami pun berbelok ke kiri untuk singgah sekaligus sholat ashar. Sambil menunggu hujan reda, Hasan bernyanyi lagu-lagu penyejuk, sejenis beraliran habsy tapi penuh hayat lagu shalawat tersebut, sedangkan saya membaca buku sejarah tentang modernisme islam. Lama membaca khafidz membaca cuaca, awan terlihat abu-abu merata di sekitar kediri sampai tulungagung plosokandang, blitar dan rejotangan, kilat-kilat menyambar di ufuk kediri. Kemudian khafidz berbicara kepada hasan ajaknya, “san ayoh mbalik nang pondok, aku lesu, gak mungkin awake nang kene terus sampek habib syekh buyar yo panggah udan.” Hasan menyahut perkataan Khafidz “isek udan, ngenteni sak lagu engkas.” Khafidz mengangguk-ngangguk. Setelah itu mereka berdua berangkat pulang pakai jas hujan. Sekitar 10 menit mereka sampai di pondok panggung Tulungagung, saat itu adzan maghrib berkumandang. Hasan berjalan ke kamarnya. Khafidz bergegas berjalan ke kamar Giri 2 kemudian keluar untuk izin pulang ke rumah. Setelah itu masuk kantor untuk izin ke mas Fauzi keamanan pondok dengan alasan Haul begitu juga pulang. “kapan balikmu?”, tanya mas fauzi. “kinten-kinten hari sabtu, nek mboten ngunu minggu, pokok e maksimal aku balik minggu minimal sabtu”, jawab khafidz. Berangkat saat adzan maghrib tiba-tiba hujan deras diperbatasan sekitar jembatan monyet ke kediri. 

     If you tired to do something, Please rest for a moment. Hujan semakin deras, melihat kaca helm tak terlihat jelas objek yang ada di depan, gelap, penuh dengan air deras. Saat motor berjalan dia tidak seperti biasanya, biasanya motor lari berkecepatan + 70-80 Km/ Jam pada saat itu + 40-50 Km/ Jam. Jalan tak stabil siang hari, terkadang tiba-tiba di depan ada motor matik berjalan berlawanan, sepeda onthel berlawan arah, orang menyebrang jalan, kadang pula ada becak perpayung plastik akan menyebrang jalan. Sebelum sampai di jembatan monyet Tulungagung dia beristirahat sejenak sambil memanjakan perut dengan the hangat, 2 snack dan satu roti harga Rp. 1000,- . Melihat keadaan yang cukup mereda, dia berangkat sambil pakai jas hujan biru pekat menuju ke utara lurus sampai ke jombang.

     Walking slow safe you. Perjalanan memakan + 2 jam 10 menit di desa kelahiran Desa Barongsawahan Kec. Bandar Kedung Mulyo Kab. Jombang. Dia disambut hangat oleh adik kandungnya dengan membukakan pintu dari seng warna hijau muda berpalang dua. Kemudian khafidz memakirkan di ruangan rumah selatan. Kemudian masuk langsung menyapa salam, bersalaman sambil senyum dengan umi Hj. Siti ‘Aisyah dan Abi H. khoiruman Sa’id. Kemudian mereka pun abi, adik dan khafidz melanjutkan perjalanan ke Pondok Pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar Kabupaten Jombang.

     Be Carefully with who have bad mien, mybe they so they have bad attitude. Telah sampai di Desa Denanyar bagian Timur, kami di hadang oleh tukang parkir. “pak gak enek parkir nang njero”, kata tukang parkir depan rumah bu Tin (tempat bermain play station). Tapi Abi Khoiruman selaku sopir motor acuh akan pengaruhnya. Kami masuk parkiran dalam bagian Warung Kopi Pak De BG lurus belok kanan biasanya dipakai anak Kera Sakti latihan silat dan Barong Sai.

     Who have great charismatic, sometime make you shy. Seusai parkir, mereka bertiga berjalan menuju ke area haul. Di depan pertigaan depan pondok ar-Risalah adik ikha sama Abi Khoiruman berjalan masuk Asrama Sunan Ampel Putri melewati trowongan belakang pondok ar-Risalah. Khafidz menunggu sang ayah kembali menjemputnya di depan pondok ar-Risalah. Sekitar 9 menit, ayah datang menjemput khafidz, lalu berjalan bersama menuju ke area Haul KH. Bishri Syansuri ke-101. Ketika berada di area haul, mereka berdua tidak mendapatkan satu tempat duduk pun, hal ini akibat mereka datang terlambat. Dalam undangan resmi yayasan tertulis jam 8:00 pm. Sedangkan mereka datang sekitar akan jam 9. Kemudian khafidz melihat kawan dari sisi kiri ada ustadz Zunin, Lc yang membentuk sikap khafidz dalam berbahasa arab dan pengetahuan hadits, ada ustadz Syifa’us Surur, M. pdI yang mencetak sikap khafidz menahu dasar ber-nahwu, ber-sharaf dan pengenalan diri tentang lingkup belajar balaghah, dia hanya melempar rasa kagum atas hidmat dan hormat santri, dia malu untuk mendekat kepada 2 guru besar yang dikagumi oleh khafidz. Hal ini berlatar karena dia berpenampilan tak selayaknya santri. Khafidz berpakaian jasket hitam, celana hitam berkopyah, sedangkan indikat santri ialah identik dengan sarung. Dari sisi kanan ada kawan khafidz bernama Nashih, dia berada di toko buku suruhan KH. Wazier ‘Alie, Lc. Tak lama kemudian khafidz menuju ke toko buku tersebut. Di dalam, dia bercakap dengan Abid Mufassir, Nashih, dan Zaky sambil membaca buku.

     Rarely to meet make increase love. setelah lama di toko buku, Zaky mengajak Khafidz jalan-jalan sekitar pedagang haul. Mereka berdua berjalan menuju ke utara. Di jalan khafidz bertemu para ustadz Madrasah Aliyah. Khafidz bersalaman dengan penuh hidmat, sejenak ditanya pak Nadhif, “kuliyah neng ndi yim?”. Khafidz menjawab, ”Di IAIN Tulungagung pak!”. Kemudian pak Ari Widiyanto juga bertanya kepada khafidz “pye fidz, ndi arek perak gak mbuk jak fidz (tanya sambil senyum)?”. “niku pak, pon wonten seng nggadah”. Sejenak khafidz memutuskan percakapan dan pergi jala-jalan kembali. Berjalan sambil bercakap senyum menuju utara lintas pedagang. Tak sengaja bertemu dengan 3 serdadu yaitu Gadies Malina Asyahbana, Diyah Wahyu Effendi, dan konyel (nama kunyahnya). Khafidz tersenyum, sapa dengan dua tangan melambai-lambai, Gadies merunduk dengan senyum khafidz pun juga membalas. Terjadi perbedaan hawa saat bertemu. Saat melambai tangan kepada mereka berdua terasa biasa layaknya kawan akrab saja. Berbeda denganbsaling menunduk dengan sahabat Gadies, khafidz merasa suka campur berdebar, dag dig dug, bergetar hati akan bertemu dengannya. Gadies seorang perempuan berbaju hitam polos melambai, berkerudung catur.

     The Past story is lesson for now. kalau kembali kemasa lalu, asal benih suka dari Khafidz kepada Gadies berasal dari awal bertemu. Akan tetapi awal ini muncul bukan karena dia cantik, tapi karena rasa kagum atas ketangkasan dalam menerima pelajaran, sikap disiplin, dan tertawa yang unik. Setelah kian bulan berkenalan tak langsung, khafidz mendengar kabar bahwa ada seorang anak baru yang ingin PDKT dengan Gadies. Sebut aja Daus. Dia kawan baru khafidz pada tahun 2012, dia adalah sahabat Gadies di Jombang. Ketika kelas tiga semakin akrab antara Gadies dengan Daus, akhirnya daus mulai melangkah satu level lebih tinggi. Dia menembak Gadies akan tetapi Gadies tak bisa menerima dengan alasan “aku dilarang wong tuo ku pacaran” kata Gadies. Kemudian Daus menelfon ibu Gadies dia merunding ibu Gadies untuk mengizinkannya berhubungan hati dengannya. Tapi kenyataan berbalik dengan keinginan. Khafidz hanya menyimpan rasa, hanya tertawa senang saat mereka berdua senang, merasa terhibur saat mereka berdua bercanda, merasa akrab saat mereka berdua berhubungan. Aku hanyalah jembatan diantara dua insan, semoga esok aku akan menjadi pengganti darinya , status yang terwakil antara rasa yang terpendam dengan kenyataan. Dilain sisi khafidz juga berduka atas posisinya, karena dia mendapati gossip yang tidak diiginkan. Gossip bahwa Ilmin ‘Ainus Syifa’ adalah pasangan serasi dengan khafidz. Suatu ketika Nur Uzlifah berkata dari kejauhan ruang kelas 2 MA LBAI, “khafidz……? adakah ruang kosong di hatimu?(tanya uzel sambil senyum kepada khafidz)”. Namun khafidz tetap diam tak menghiraukan karena dia sesungguhnya suka dengan masa lalu. Yakni Rini Yulia Maulidah, yang konon dulu kelas 1 MTS sampai kelas 1 MAN suka kepada khafidz, dulu Rini suka memberi salam ber- perantara yang diberikan kepada kawannya. Khafidz juga melempar salam balik kepadanya. Semenjak kelas 2 MAN Rini Yulia mendapati gossip khafidz berpacaran dengan Ilmin ‘Ainus Syifa’, rini sudah nggak mau dihubungi baik curhat, motivasi, kata-kata, hikmah, puisi, teka-teki, salam hilang begitu saja. Saat malam hari Rini berpesan terakhir dengan hati yang sungguh tersiksa. “Selamat ya, anda sudah mendapatkan pasangan yang cocok, yang baik, pintar, cantik, semoga langeng selamanya sekian assalamu’alaikum Wr. Wb”, kata rini lewat sms. Setelah peristiwa itu khafidz untuk memutuskan aku tidak akan pacaran selama aku bersekolah (bukan kuliah, yang dimaksud pendidikan formal). Akibat peristiwa tersebut khafidz menjadi acuh bagi semua perempuan yang PDKT mendekati khafidz. Meski dengan alasan kagum, fans sekaligus dia acuh. Tapi, itu hanya sebuah sidikat sindiran. Bahwa, di bumi tiada orang dicipta sempurnya, akan ada selalau cobaan, seperti yang diajarkan oleh guz afif, ”sesungguhnya manusia diciptakan dengan keluh kesah….”, (al-Ayat) dan juga berhubungan dengan nasihat umi Siti ‘Aisyah “kalau mondok, sekolah, jangan pacaran, wes iku pesenku, belajar seng rajin ya anakku, semoga selalu ranking 1, beasiswa 1, berprestasi 1, jadi anak sholeh amin”. Kemudian umi juga mendapati untaian-untaian kata dari adik Fuadah Khumairoh Al Khafidzoh yang secara maknawi “mas khafidz pacare ririn, bla bla bla…gadies cie

gadies bla bla bla…” akhirnya umi Siti ‘Aisyah juga memahami bahwa khafid sudah remaja bukan anak-anak lagi, nasehat berubah menjadi, ”nek demen ambi cah wedok yo biasa-biasa ae, ojo nemen-nemen yoh lee”. Selang beberapa bulan khafidz mendapati daus menyidang khafidz. “koe seneng ambi gadis yo? Jujur” tanya Daus. “nggak, aku lo mek konco tok (menutupi karena malu)”. “yoh, pesenku jogoen gadis apik-apik yoh…”, Daus memberi nasihat kepada khafidz. Di akhir periode terbongkarlah rasa suka yang terpendam khafidz kian 2 ½ tahun. Ada dua point rasa khafidz tergugah publik. Pertama, saat khafidz akan pulang LBAI, disitu zila mengamati akan cakap subjektifnya khafidz kepada gadies dengan perilaku aneh, seperti salting saat di bully nama khafidz dengan Gadies. Kedua, ketika khafidz berfoto ria dengan M. Rizki, sahabat karib khafidz, meski rumahnya jauh di Brebes Jawa Tengah tapi pondoknya dekat sekitar 120 meter. Saat hari itu hari memakai baju almamater LBAI, Rizki ingin difoto dengan papan tulis bertuliskan“ﺍﺯﻭﻯ”, sedangkan khafidz ingin difoto bertuliskan “غاديس ”. Setelah berfoto ria, esoknya ada acara rapat khusus tentang acara class meeting. Nur Zakiyatul Fitriyah melihat foto-foto aneh di dalam kameranya, dia memperbesar dang menunjukkan langsung kepada Gadies, Gadies macak tak acuh, dan khafidz pula tidak menunjukkan refleksi ketahuannya.

     Haul is time for alumni. setelah jalan-jalan khafidz dan zaky kembali memutar arah. Mereka berdua kembali ke arah yang berlawanan. Ketika di depan toko mini market Nusantara, khafidz melihat M. Zulal Arwa, akhirnya khafidz berbelok ke kanan dan berjabat tangan. Kemudian duduk sejajar di atas undak-undakan masuk mini market. Tiba-tiba terlihat mbak-mbakan (istilah bahasa jawa) khafidz, dia tersenyum sembari menyapa, khafidz pun juga. 20 menit kemudian muncul kawan-kawan bolo lawas berkumpul. Saling bersalam dan canda minimalis. Sehabis itu acara pengajian tertutup dengan lantunan salam. Mereka bercakap untuk pergi ngopi bersama, akan tetapi khafidz masih bergantung motor sama ayahnya (se-motor). Jam 1:30 mereka pun pulang ke rumah bertiga lagi. (kha/07/04/16)

Previous
Next Post »
Thanks for your comment